Jumat, 09 Oktober 2015

Sesungguhnya untuk apa manusia bersusah- susah hidup di dunia?


Sesungguhnya untuk apa manusia
bersusah- susah hidup di dunia?
Apa yang ingin dicapai dalam
kehidupan? Sekian puluh tahun
berjuang, untuk apa
mempertahankan hidup ini? 

Baik sebagai orang yang membina
maupun tidak, bagaimana kita
melewati dan mengisi waktu
yang sekian puluh tahun itu?
Berbagai kesusahan dan
penderitaan kita alami sehingga diibaratkan juga sebagai lautan
samsara, bagaimana mencapai
kebahagiaan di tengah itu? Apa
makna dan tujuan hidup manusia?
Bagaimana agar hidup saya tidak
sia-sia dan terbuang? Berbagai pertanyaan seperti ini mestinya
di pertanyakan sekarang juga.
Jika tidak, bakalan akan
mengecewakan diri sendiri,
menjalani hidup dengan bingung
tanpa tujuan, tak tahu arti kehidupan. Janganlah sampai kita
menyia-yiakan hidup ini.
Camkanlah bahwa sulit untuk bisa
terlahir sebagai manusia. Betapa
beruntungnya kita hari ini telah
memperoleh badan manusia. Di antara berbagai jenis makhluk,
manusialah yang paling mudah
memperoleh ketuhanan. Bahkan
arwah- arwah dan dewa-dewi
sekalipun harus meminjam tubuh
manusia untuk memperoleh inisiasi. Berarti badan manusia
sangat penting nilainya. 

Sebagai manusia yang sungguh bijak,
marilah kita menggunakan badan jasmani
ini untuk hidup sebaik mungkin. Pergunakan waktu yang hanya
ada sekian puluh tahun itu untuk
berbuat sesuatu yang berarti.
Jangan sampai pada detik-detik
terakhir baru menyesal kerena
telah sia-sia melewati hidup maupun menghelas nafas panjang
mengatakan aku membina tapi
tak ada nilai yang aku peroleh.
Semua penyesalan menjelang
akhir kehidupan, sudah tak
berguna lagi. Siapakah di antara kita yang tak
mengalami kematian?
Tak peduli berapa usia kita, suatu
hari kita akan menghadapi
kematian. Jadi dalam pandangan
orang arif, sekarang di hadapan saya adalah seonggok tanah,
Seandainya kita bisa menerobos
waktu ke depan, 100 tahun
kemudian yang ada di gedung ini
tinggallah seonggok tanah.
Sungguh tragis dan kejam hidup ini, tapi tak ada pilihan untuk kita
menolak. Kematian adalah satu
gerbang yang akan kita lewati,
tetapi cara matinya ada 3. 

Yang pertama adalah mati tak rasa
artinya mati tak kenal dan tak berarti, setelah lewat beberapa
hari sudah dilupakan, tak
meninggalkan kesan sedikitpun
juga bagaikan melempar batu
kelikir. 

Yang kedua adalah mati
gembira, begitu meninggal orang- orang bertepuk tangan gembira.
Orang yang seperti itu sungguh
sangat dikasihani. Semasa hidup
ia semena-mena dan merajarela,
begitu meninggal semua orang
merasa lega. Kedua cara itu jangan diikuti, 

marilah kita memilih cara yang lain
meninggalkan dunia dengan mulia
dan gegap gempita, mewariskan
nama yang harum.

Meskipun itu bukan hal yang gampang. Jadi, hidup yang sesungguhnya adalah
abadi, tiada lahir dan mati.
Demikianlah orang yang berhasil
di dalam pembinaan dalam
mencapai hidup keabadian yang
tak mengenal lahir dan mati. Kalau kita meninggal dunia
tanpa dengan nama harum maka
kebalikannya adalah nama yang
buruk di dunia.

Bagaimana caranya agar kita bisa meninggal
dengan nama harum? Inilah topik yang akan kita bahas berikut ini.
Ada 3 point kebajikan yaitu:
Kebajikan prilaku, kebajikan
karya dan kebajikan ucapan.
Ketiga hal ini bagi orang awam
mungkin akan terasa sulit menegakkannya, tetapi lain
ceritanya bagi kita yang sudah
memperoleh satu petuntuk
inisiasi dan melakukan tugas
Tuhan. 

Satu inisiasi Guru Sejati
memberi kesempatan menegakkan kebajikan dalam
prilaku, karya dan ucapan.
Mengapa ada orang yang mampu
mengisi hidupnya sehingga
meninggalkan nama yang harum,
tetapi ada pula yang begitu meninggal dunia malah
menyebarkan nama buruk
ataupun tak di kenal sama sekali.
Kini berkat diturunkannya jalan
ketuhanan ke dunia, terbukalah
berkesempatan berdana, beramal dan membina, melunasi dosa
karma, menunaikan ikrar dan
kita bisa berpartisipasi dalam
misi unifikasi Buddha Maitreya.
Pada zaman dahulu sulit
mendapatkan kesempatan untuk menegakkan 3 kebajikan ini.
Bagaimana agar kita meninggal
dunia dengan nama harum
dikenang banyak orang? Mari kita
lihat sebuah fakta. 

Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci dengan penuh welas asih telah datang ke
dunia atas wahyu LaoMu
menyampaikan satu hukum
Ketuhanan tertinggi alam semesta
bahwa percikan roh Tuhan ada
dalam diri kita. Tuhan Maha Sempurna, Maha Bajik, beramal
kebajikan bukan terdapat di luar
melainkan memang sudah
menjadi potensi di dalam rohani
jiwa kita. Kalau kita menginsafi
sampai ke point ini, kita akan terharu. 

Bayangkan, segala mustika yang paling ternilai ada di dalam diriku.
Rohani atau hati nurani ada dalam
kita sinonimnya adalah
kebajikan, jadi melaksanakan 3 kebajikan itu berarti
mewujudnyatakan mustika yang tersimpan di dalam diri.
Saudara, marilah kita
memberikan satu afirmasi ke
dalam diri bahwa kebajikan
prilaku, karya dan ucapan pada
dasarnya sudah kita miliki, lalu mengapa selama ini kita terjerat
dalam arus samsara? Karena kita
memiliki segala potensi itu tetapi
tidak menggunakannya, kita hanya menggunakannya dalam
kesalahan dan kekeliruan,
berbuat dosa. Kita tidak mau
membentuk pribadi yang baik,
berkarya yang baik dan berucap
kata yang baik. Selalu sibuk mencari segala sesuatu bersifat
sementara. 

Ingatlah, segala yang bisa di lihat oleh kedua bola mata,
yang bisa di dengar oleh telinga,
yang bisa digenggam, yang bisa
dibaui, bahkan yang engkau pikirkan juga bersifat sementara
dan semu. Kalau yang kita cari
bersifas semu tentu hasilnya
semu pula.
Kita kutip 2 kalimat yang sangat
terkenal dalam agama Buddha, “pengabdian seorang Buddha
bagaikan ilusi, wadah pembinaan
bagaikan bulan di air”. Itu
adalah 2 pernyataan yang
mengungkapkan hal-hal yang
maya. 

Sampai kepada pekerjaan seorang Buddha, hal -hal yang
bersifat ilahi, juga disebut bersifat
sementara, apalagi di luar itu. 

Roh pemberian Tuhan, anugerah Tuhan, hati nurani, inilah yang
abadi, selain itu tak ada yang abadi. Kalau semua itu juga tak
abadi, lantas bagaimana aku
membina kebajikan dan karya?
Memang badan saya bersifat
sementara, tetapi yang dibalik
yang sementara itu masih eksis sesuatu yang bersifat abadi,
itulah roh hidup dari Tuhan. 

Roh Tuhan yang ada di dalam diri
badan saya inilah yang
mengendarai badan saya ini agar
dia bisa berkarya dan berdedikasi kepada umat
manusia. 

Inilah yang dikatakan membina kebajikan, membangun karya dan membina ucapan.
Tanpa badan ini, bagaimana anda
bisa punya alat, sarana untuk membina kebajikan. Terkadang
badan jasmani sangat
menjengkelkan, tetapi dia juga
sangat perlu kita sayangi.
Memang badan ini pula yang
membuat kita berbuat jahat dan dosa. Badan inilah yang telah
menggoda kita. Tapi kalau anda
membina dengan sungguh-
sungguh , anda mengendalikan
badan ini dengan baik, membina
kebajikan, karya suci dan ucapan. Badan ini sebagai alat yang
membantu anda mencapai
kesucian. Inilah kuncinya.
Mengapa susah-susah hidup di
dunia? Bagaimana agar hidup kita
bermakna? Bagaimana kita menjalani kehidupan ini agar tak
sia-sia dan membina tak sia-sia?
Yaitu membangun kebajikan,
karya suci dan ucapan suci. Kalau
kita tidak membina prilaku yang
suci dan pribadi yang saleh, sungguh hidup kita sia-sia.
Akhirnya kita tak beda dengan
rumput ilalang di tempat yang
sepi. 

99% manusia hidup di dunia,
hidup tak ada pengabdian dan
pengorbanan, begitu meninggal orang pun melupakannya. Ada
segelintir yang membuat kita
ingat, tetapi yang diingat adalah
karena kejahatannya. Ada juga
segelintir manusia setelah
meninggal kita mengenang budi jasanya dan pengabdiannya.
Tentunya kita mesti memilih yang
terbaik, nama harum di dunia.
Setiap orang bisa hidup kekal abadi. Jangan meremehkan diri sendiri. 
Karena setiap orang memiliki potensi yang telah kita
bawa sejak lahir, membangun
kebajikan, karya dan ucapan.
Tahukah beda antara seorang
Buddha dengan manusia awam?
Kalau dari segi rohaniah, aku sejati, rohani yang ada pada
seorang Buddha dan manusia itu
identik. 

Lalu mengapa seorang Buddha bisa mencapai kebuddhaan? 
Karena semasa hidup di dunia sebagai manusia biasa, dia mau membangun
kebajikan, karya suci dan ucapan
yang baik. 

Sedangkan manusia awam, 
memang mempunyai modal kebajikan ini tetapi dia
tidak mau menggunakannya. Berarti siapa yang dapat
menggunakan modal pemberian
Tuhan dialah Buddha, dialah hidup
abadi. Siapa yang tidak
menggunakan modal pemberian
Tuhan ini, maka dia akan hidup sementara dan terbawa
dalam arus roda samsara.
Kebajikan adalah prilaku yang
saleh ilahi. Bagaimana agar kita
memiliki kebajikan yang indah?
Roh Tuhan ada dalam diriku. Tuhan Maha Indah, Maha
Kebajikan, Maha Sempurna. Dan
sifat yang Maha Kebajikan, Maha
Indah dan Maha Sempurna ini ada
sebagian di dalam diri saya.
Engkau sudah mengaku diri sebagai manusia makhluk
termulia, haruslah membangun
kebajikan. Sifat yang sudah ada di
dalam diri kita memang sudah
selayaknya untuk dikembangkan.
Berarti kita memenuhi kewajiban dan kodrat. Jadi kalau kita punya
sikap dan kebajikan yang indah,
itu hal yang wajar. 

Karena Tuhan Yang Maha Indah, Maha Bajik dan
Maha Sempurna itu roh-Nya ada di dalam diri saya. 

Kalau kita tidak mengembangkan dedikasi
dan sifat-sifat kebajikan ini kita
adalah anak durhaka,
membelakangi sifat diri yang
azali. 

Dalam setiap tindakan danucapan, cobalah renungkan terlebih dahulu. 
Apakah Tuhan
akan berbuat seperti ini, apakah
Tuhan akan berucap seperti apa
yang akan saya ucapkan?
Misalnya pada saat anda merasa
curiga, coba pikir kembali apakah Tuhan pernah merasa curiga?
Tuhan tidak curiga, kalau saya
penuh kecurigaan sedangkan
percikan roh Tuhan ada di dalam
diriku bukankah berarti saya
telah membelakangi Tuhan? Demikian pula pada saat anda
hendak membenci seseorang,
bertanyalah apakah Tuhan suka
membenci. Kalau saya tetap juga
membenci tak perduli dengan
suara nurani, bukankah saya telah menyedihkan Tuhan? Hati
nurani akan terkutuk. Tuhan tak
merasa iri, benci dan curiga, tapi
kita sengaja iri, benci dan curiga,
bukankah akan terhukum?
Membangun karya suci berarti menguntungkan orang lain, tidak
menuntut imbalan dan pamrih.
Untuk apa hidup di dunia
kalau bukan untuk membantu,
menguntungkan dan menolong
orang lain. 

Percikan roh Tuhan ada di dalam diriku, 
keabadian dari berbuat kebajikan juga ada
di dalam diriku. Asalkan telah
menemukan nurani, hidup kita di
dunia adalah untuk menolong
umat manusia. 

Mungkin akan terbesit dalam
pikiran kita, kalau begitu berarti
saya dirugikan, bodohlah saya,
mengapa dia tak menguntungkan
saya, mengapa dia tak berkorban
untuk saya, mengapa saya yang harus berkorban untuk dia? Dia
saja tak berkorban untuk saya,
untuk apa saya membantu dia?
Itulah penyakit yang telah
menghinggap di hati manusia,
semua orang berpikir seperti itu. Kalau seseorang memberikan
bantuan, menolong atau melayani
orang lain, inilah kehendak
Tuhan, inilah hati seorang Buddha,
hati seorang Suci. 

Lihatlah langit dan bumi yang telah menguntungkan umat manusia
ribuan tahun tetapi adakah
mereka menuntut imbalan?
Setelah menciptakan alam, Tuhan
juga memberikan kehidupan dan
segala kenikmatan kepada manusia, tetapi adakah Tuhan
menuntut imbalan dari manusia?
Membangun karya suci berarti
memberikan kontribusi kepada
masyarakat, negara dan dunia.
Ini merupakan panggilan nurani. Kalau anda seorang yang
bernurani memang
sewajarnyalah anda berkarya.
Dan ada satu hal yang terjadi,
begitu anda menolong orang lain
anda sendiri akan merasa bahagia. Semakin banyak
pengabdian dan dedikasi kepada
masyarakat, maka anda akan
semakin merasa bebas-leluasa
karena telah memenuhi panggilan
nurani. 

Orang-orang awam umumnya berusaha
mengumpulkan dan memasukan
sebanyak- banyaknya untuk
dirinya sendiri, kalau disuruh
mengeluarkan akan terasa aneh
dan janggal. Sikap hidup seperti ini telah membelakangi kehendak
Tuhan.

Marilah sadari. Orang yang hidup hanya demi kepentingan diri sendiri,
individualis, akhirnya akan sama
seperti rumput ilalang. 

Tetapi jika anda berupaya untuk menolong
orang lain, membantu pekerjaan
dan tugas- tugas Tuhan, maka
pada saat masih hidup pun anda
telah mencapai keabadian.
Bagaimana agar ucapan kita abadi? Ucapan yang berlandaskan
kehendak Tuhan dan nurani,
itulah yang abadi. Kalau kita
mengeluarkan kalimat dan
mampu menyadarkan orang lain,
membuat nurani bertambah cemerlang, itulah ciri-ciri kalimat
yang abadi. Ucapan yang tidak
sesuai dengan nurani adalah
omong kosong. Boleh dikatakan,
90% ucapan manusia adalah
omong kosong, perkataan yang semu dan khayal. 

Tetapi kata-kata para Nabi dan Buddha selalu
bersifat kekal abadi, misalnya
kalimat,“Buddha dalam kata- kata dan wujud rupa bukanlah
Buddha sejati”. Ini merupakan
salah satu contoh kalimat
bernurani. 

Sekarang kita telah mendapatkan satu petunjuk inisiasi sejati, 
satu sentuhan nurani, kita telah memiliki syarat
untuk membangun ucapan dan
ajaran-ajaran sejati. Kalau setiap
orang hidup dalam kebenaran
prilaku dan ucapan suci, dalam
setiap kesempatan selalu berbuat yang baik, berucap kata baik dan
sering menolong sesama, kita tak
perlu takut pada bencana yang
bakal datang. 

Bencana itu tak ada
hubungannya dengan diriku.
Meskipun bencana sudah tiba di depan mata, kita tidak akan
merasa apa-apa. Karena setiap
hari yang kita lakukan adalah
keabadian, hidup dalam
keabadian, bencana tidak bisa
menyentuh keabadian. 

Katakanlah bencana tiba, paling-paling hanya merusak badan
jasmaniku. Tidak bisa
memusnahkan kebajikan, karya
dan ucapan yang abadi. Bencana
tak mampu membumihanguska n hati nurani pemberian Tuhan.
Tapi jika sebaliknya setiap hari
selalu merugikan orang lain,
berbuat hal-hal yang egois, maka
apa yang kita capai adalah
sesuatu yang bersifat sementara, yang menjadi tujuan kita juga
sementara. Kalau sudah
demikian, manusia menjadi takut
terhadap bencana. Karena begitu
bencana datang, apa yang
kumiliki menjadi musnah. 

Begitulah orang yang berjuang, mencari sesuatu di dalam kepalsuan, sementara, 
maka dia akan tenggelam di dalam
kepalsuan itu. 

Marilah berucap kata dan berbuat sesuai nurani. Dari hari ke hari kita membina
ucapan dan karya yang baik.
Dalam amanat suci tertulis, bila
bencana tiba, segalanya akan
terbawa bagaikan arus di sungai.
Kalau anda bertekad tinggi mencapai Buddha dan keabadian,
jangan mengikuti langkah orang
awam. Jalan Ketuhanan telah
diturunkan ke dunia, misi
penyelamatan telah digelarkan
dan kita telah mendapatkannya. Kalau kesempatan ini diabaikan maka tidak ada yang
kedua kalinya lagi. 

Tahukah kita
bagaimana para suci dahulu
mencapai kesempurnaan? Mereka
telah merelakan segala yang
bersifat fana. Maka selagi hidup, kita harus belajar untuk bisa
merelakan, tak perlu tercekat.
Badan saja bukan milikku apalagi
yang di luar badan ini. Kunci
untuk menerobos keluar dari
cengkeraman kematian telah dibukakan untuk kita. 

Satu inisiasi
dari Guru Sejati telah
membukakan pintu menuju
keterbebasan abadi

https://www.facebook.com/hanxhin.hanxhin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar