Seorang anak kecil terlihat begitu kegirangan ketika ibunya memberikan sebungkus permen. Dengan berlari-lari kecil ia segera mencari sebuah pojok dan berjongkok, lalu duduk sembari menikmati permen yang disukainya. Lain dengan pola tingkah anak kecil lainnya yang spontan tertawa kegirangan ketika secarik kertas yang disukainya disodorkan kepadanya.
Cukup sebungkus permen, secarik kertas, selembar plastik, sejilid buku atau bahkan kertas usang tidak berguna yang siap di buang ke tempat sampah tetapi terlihat begitu menarik di mata seorang anak kecil. Tidak seperti orang dewasa yang sudah paham betul mana barang bagus, branded (bermerek), dan trendy sehingga untuk urusan keinginan seakan tidak pernah mencapai titik kepuasan dan tidak ada habisnya.
Cukup sebungkus permen, secarik kertas, selembar plastik, sejilid buku atau bahkan kertas usang tidak berguna yang siap di buang ke tempat sampah tetapi terlihat begitu menarik di mata seorang anak kecil. Tidak seperti orang dewasa yang sudah paham betul mana barang bagus, branded (bermerek), dan trendy sehingga untuk urusan keinginan seakan tidak pernah mencapai titik kepuasan dan tidak ada habisnya.
Anak kecil memang tidak pandai menuntut dan cenderung cepat puas dengan apa yang ada. Tidak seperti orang dewasa yang suka menuntut ini-itu dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki. Mungkin kita akan berkilah “namanya juga anak kecil kan belum tahu apa-apa dan belum bisa apa-apa dan wajar dong kalau tidak banyak tuntutan dan keinginan”. Tapi masalahnya bisakah kita menjadi seperti seorang anak kecil yang masih polos, lugu, dan jauh dari ketamakan dan kecongkakan?
Terkadang kita memang perlu belajar dari seorang anak kecil. Yang tidak punya banyak keinginan, tidak pandai menuntut, cenderung puas dengan apa yang ada. Aneh memang kalau disuruh menjadi seperti anak kecil. Mungkin kita akan menolak dan menganggapnya ide sinting yang tidak logis. Tetapi cobalah bernostalgia sejenak ke masa-masa kecil dulu. Bukankah sewaktu kecil dulu kita justru jauh lebih bahagia ketimbang sekarang lantaran kini semakin banyak keinginan dan harapan yang tak habis-habisnya dan tak pernah kesampaian?
Dulu main congklak atau kelereng saja sudah begitu puas dan gembira. Bahkan ada anak kecil yang hanya disodorkan sendok makan dan piring kaleng oleh orangtuanya yang tidak mampu membelikan mainan untuknya pun sudah bisa bermain dengan riang gembira. Tidak seperti sekarang dimana para orang tua sibuk memburu mainan-mainan mahal, bermerek, dan canggih untuk sekedar dihadiahkan kepada sang buah hati, dengan alasan dulunya tidak pernah punya mainan begitu atau hanya sekedar jaga gengsi.
Hanya sebegitu sajakah alasan untuk memanjakan si buah hati? Sebetulnya seorang anak kecil tidak perlu dimanjakan seperti itu. Sebab kebahagiaan seorang anak kecil tidak bergantung pada harga, merek, spresifikasi atau apapun benda yang diberikan kepadanya. Seorang anak kecil tidak mau tahu apa mainan atau apapun itu masih baru atau second (bekas). Jika suka maka ia sudah bisa tertawa dan bahagia. Sesungguhnya seorang anak kecil sangat mudah diatur dan dilayani ketimbang orang dewasa yang umumnya banyak tingkah dan punya begitu banyak keinginan yang tidak habis-habisnya.
Apabila ingin berbahagia maka cobalah menjadi seperti seorang anak kecil. Kurangi keinginan-keinginan yang tidak perlu dan jauhi ketamakan. Membeli sesuatu untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan. Apabila membeli hanya untuk memenuhi keinginan maka tidak pernah ada habisnya dan ketika kita tidak memiliki banyak keinginan maka semakin berkurang tekanan dan beban yang dimiliki. Kita akan senantiasa merasa puas dengan apa yang dimiliki dan menghargai segala yang dimiliki. Bukankah penderitaan itu justru datang dari keinginan dan harapan yang tidak terpenuhi yang justru digantungkan terlalu tinggi dari kemampuan yang ada?
Semakin sedikit keinginan yang dimiliki maka semakin sedikit kemungkinan untuk menderita, sebaliknya semakin terbuka lebarlah sebuah kebahagiaan dan kepuasan. Buanglah keinginan-keinginan yang tidak diperlukan dalam hidup kita. Namun, bukan berarti kita tidak boleh memiliki impian dan keinginan untuk lebih maju dari sebelumnya. Keinginan yang positif dan harapan yang luhur boleh banyak disemai, tetapi sesuaikan juga dengan kemampuan yang ada supaya tidak menimbulkan tekanan dan beban mental yang justru menggiring ke jurang depresi dan penderitaan.
Mencoba belajar menjadi seperti seorang anak kecil dan merasakan kebahagiaannya bukan berarti bertingkah kekanak-kanakan sampai bertindak tidak sesuai usia dan etika. Hal yang perlu kita lakukan adalah mencoba belajar bersikap polos apa adanya, tidak banyak menuntut, cenderung merasa puas tetapi bukan berarti lalu duduk berpangku tangan tidak berbuat apa-apa sehingga berhenti di tempat dan tidak maju-maju di dalam hidup. Ada banyak hal positif yang bisa di dapat dari mengamati kebahagiaan seorang anak kecil. Sebuah kebahagiaan yang mengalir dari diri yang masih polos, lugu, dan apa adanya. Kebahagiaan kecil yang ternyata tidak sekecil yang dibayangkan semula sebab dari kebahagiaan-kebahagiaan kecil itulah akan lahir kebahagiaan besar yang seutuhnya.
Mari dendangkan kebahagiaan seorang anak kecil!
Begitu lepas, indah, dan tanpa beban.
Sebuah kebahagiaan yang tidak melekat, jauh dari keterpaksaan juga kemunafikan.
Bagikanlah kantong kebahagiaan kecil itu meski mungkin tidak ada artinya, tetapi akan selalu indah pada akhirnya.
http://www.maitreya-mapanbumi.or.id/kebahagiaan-seorang-anak-kecil/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar