Rabu, 30 September 2015

Falsafah hidup tanpa makan makanan bernyawa




Dayak Indramayu. ©2015 merdeka.com/arbi soemandoyo
Selain keunikan pakaian yang dikenakan. Masyarakat Dayak Indramayu ini juga pantang memakan makanan bernyawa. Mereka hidup saban hari dengan makan sayur-sayuran. Tak jarang mereka juga mengkonsumsi sayur tanpa bumbu alias tanpa rasa atau hambar. Tujuannya ialah merasakan berkah alam tanpa memakan bahan kimia.

Merdeka.com - Keunikan Komunitas Masyarakat Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu memang begitu adanya. Hidup dalam lingkungan eksklusif, namun dari sekitar 100 anggotanya mampu berbaur dengan penduduk Desa Krimun, Blok Tanggul, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mereka hidup rukun meski berbeda kepercayaan.

Saban hari mereka berbaur dengan masyarakat sekitar pendopo dan hanya mengenakan celana warna hitam putih tanpa pakaian. Pernak-perniknya pun unik, memakai kalung dan gelang serta sebagian anggotanya ada yang memiliki rajah. Bahkan ketika merdeka.com menyambangi markas mereka, murid Ki Takmad, pimpinan kelompok menyapa dengan senyuman di ujung jalan menuju pendopo.

Selain keunikan pakaian yang dikenakan. Masyarakat Dayak Indramayu ini juga pantang memakan makanan bernyawa. Mereka hidup saban hari dengan makan sayur-sayuran. Tak jarang mereka juga mengkonsumsi sayur tanpa bumbu alias tanpa rasa atau hambar. Tujuannya ialah merasakan berkah alam tanpa memakan bahan kimia.



Jadi jangan kaget jika mereka jarang sakit atau mengidap penyakit mengerikan seperti orang-orang yang hidup di kota. Menurut Wardi, 40 tahun, murid Ki Takmad sekaligus orang yang ditunjuk untuk menemui tamu yang datang ke pendopo mengatakan jika kepercayaan Dayak Indramayu ialah memahami hidup dari alam.

Hakikatnya juga menaruh kaum wanita pada puncak posisi teratas. "Coba lihat sayuran yang dijual, semuanya sudah menggunakan bahan kimia mulai dari pupuk untuk menanam," kata Wardi saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu pekan kemarin. "Jangan kan memakan hewan, membunuh semut pun pantang kami lakukan," ujarnya.

Sekilas kepercayaan masyarakat Dayak Indramayu memang seperti perbauran antara agama Hindu Budha dan Kejawen. Maklum mereka menempatkan posisi wanita pada posisi strata atas. Bahkan dalam ritual pujian ada cerita wayang pandawa lima yang di ceritakan oleh Ki Takmad kepada para anggotanya. Kearifan budaya lokal juga menjadi salah satu kepercayaan yang diyakini menjadi sumber penghidupan bagi mereka.



Terkadang ritual juga menyambangi tempat-tempat yang diyakini sakral. Misalnya, mereka kerap mendatangi Gunung Krakatau di Banten dan Kawah Ijen di Banyuwangi. Menurut Wardi, kunjungan mereka datang ketempat tersebut merupakan petunjuk dari Ki Takmad.

Selain itu juga ada sejarah ngaji rasa yang dipercayai tempat-tempat yang dikunjungi memiliki asal muasal dimana pulau Jawa merupakan sumber dari segala kehidupan. "Semua petunjuk dari Pak Takmad," kata Wardi.

Ada tiga golongan dalam kehidupan Dayak Indramayu. Masing-masing anggotanya terdiri dari Dayak Preman, Dayak Seragam dan Dayak Blegir. Perbedaannya; untuk Dayak Preman, mereka masih mengenakan pakaian seperti layaknya orang-orang pada umumnya. Selain itu mereka masih menjalankan aktivitas sehari-hari seperti misalnya berdagang, bekerja dan lain-lain.

Menurut Wardi, Dayak Preman berisi anggota yang menjalani sambil mempelajari ajaran dari kepercayaan komunitas Dayak Indramayu. Mereka belum sepenuhnya menjalani ritual yang ada pada ajaran ini.

Sedangkan untuk Dayak Seragam, berisi anggota yang dengan memakai pakaian hitam-hitam dan celana seperempat. Golongan ini sedang menjalani proses pendalaman terhadap kepercayaan Dayak Indramayu dengan melakukan ritual-ritual dan tidak memakan zat yang bernyawa seperti ikan, telur dan daging.

Sementara yang terakhir adalah Dayak Blegir, anggota dari dayak ini merupakan orang-orang yang tinggal di pendopo. Mereka sudah tidak lagi mengejar duniawi.

Ritual dan pakaiannya pun berbeda. Anggota Dayak Blegir menjalani tradisi kungkum dan pepe selama empat bulan berturut-turut. Kesehariannya mengenakan celana hitam putih dengan aksesoris gelang dan kalung untuk kaum laki-laki. Sedangkan untuk kaum wanitanya mengenakan pakaian putih ditambah pernak-pernik gelang dan kalung.

"Kami tidak mengajak orang. Mereka yang bergabung atas keyakinan mereka sendiri termasuk saya," tutur Wardi.

Masyarakat Dayak Indramayu bisa dibilang cagar budaya bagi Indonesia. Keberadaannya menambah keragaman agama lokal yang sampai saat ini masih dipercayai di beberapa daerah. Di lain sisi toleransi dan hidup berdampingan dengan menjadi ciri khas kepercayaan yang berkembang di Indonesia.

http://www.merdeka.com/khas/falsafah-hidup-tanpa-makan-makanan-bernyawa-dayak-indramayu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar