"Meski sudah tidak sedang haid, saya kerap mengalami pendarahan dan rasanya sakit luar biasa. Tapi dokter hanya mendiagnosis saya dengan infeksi dan growing pains atau nyeri pada tungkai bawah," kisah Kirstie, dikutip dari Daily Mail pada Selasa (29/9/2015).
Sampai tiga kali mengunjungi dokter, diagnosis yang diberikan kepadanya tetaplah sama. Barulah pada kunjungan terakhir, Kirstie akhirnya dirujuk ke seorang dokter spesialis untuk menjalani papsmear.
Kecurigaan Kirstie beralasan. Papsmear mendeteksi adanya sel-sel abnormal di tubuhnya, dan pada bulan Mei 2012, ia pun didiagnosis dengan kanker serviks. Tak berapa lama Kirstie diarahkan untuk menjalani operasi yang disebut 'radical trachelectomy'. Dalam prosedur ini, kendati serviks atau mulut rahim pasien diangkat, mereka tetap bisa memiliki keturunan.
Operasi ini membuahkan keberhasilan dan Kirstie sempat merasakan terbebas dari kanker selama hampir dua tahun. Meski begitu ia tetap melakoni papsmear tiap 3 bulan, dan tiap kali itu pula, ia dinyatakan bersih.
Namun pada bulan April tahun lalu, kebahagiaan Kirstie pupus ketika mengetahui perutnya tiba-tiba membuncit secara tak wajar. "Kelihatannya seperti hamil 8 bulan, dan saya juga sesak napas. Hanya dalam hitungan hari, saya lantas tak bisa berjalan," paparnya.
Keesokan harinya, Kirstie dilarikan ke rumah sakit, dan tim medis harus mengeluarkan dua liter cairan dari dalam dada, dan 8 liter lagi dari perutnya. Kemudian hasil biopsi memastikan kanker serviks yang pernah menyerang Kirstie kembali lagi.
"Walaupun saya berulang kali papsmear, tetap saja kanker ini kembali dan tahu-tahu sudah menyebar ke liver dan limpanya," jelas Kirstie.
Dokter menduga kanker yang diidap Kirstie tak terdeteksi saat papsmear karena ukurannya yang begitu kecil. Namun nasi telah menjadi bubur. Gadis asal Bexleyheath, Kent itu harus kembali merasakan kemoterapi intens.
Tiga bulan berlalu, hasil CT scan menunjukkan tumor di tubuh Kirstie tidaklah mengkerut, dan gadis ini malah menjadi kebal pada obat-obatan yang diberikan kepadanya. Ia hanya sempat melakukan 'cold cap treatment', terobosan baru di mana kepala pasien dibekukan ketika menjalani kemoterapi agar folikel rambutnya tidak rusak dan memicu kerontokan.
Meski begitu, metode pengobatan baru itu tidak akan menyembuhkan Kirstie. Kirstie akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya beberapa hari lalu, dalam usia 21 tahun.
Beruntung sebelum meninggal, Kirstie sudah melakukan berbagai hal yang ia inginkan seperti bertemu dengan idolanya, pesepakbola John Terry dan ikut aktif dalam kampanye agar para wanita muda rutin melakukan papsmear dan mewaspadai gejala kanker serviks pada dirinya.
Ia juga membantu menggalang dana untuk Cancer Research and Macmillan, Inggris hingga mencapai 6.000 poundsterling. Ia berkaca dari pengalamannya sendiri. "Butuh empat bulan untuk bolak-balik ke dokter sebelum saya mendapat papsmear. Andai saja saya mendapatkannya sejak awal, mungkin nyawa saya akan terselamatkan," kata Kirstie ketika pertama kali didiagnosis kanker.
http://health.detik.com/read/2015/09/29/100058/3030463/763/kram-perut-disepelekan-kirstie-meninggal-karena-kanker-serviks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar