Karena kita tidak mudah untuk berubah, sehingga kita terus melakukan apa yang kita lakukan sampai menjadi terlalu menyakitkan untuk diri kita sendiri. Misalnya saja kesehatan kita. Kapan kita mengubah pola makan dan mulai berolahraga? Jawabannya adalah saat tubuh kita sakit dan ketika dokter berkata jika kita tidak mengubah gaya hidup kita maka kita yang akan membunuh diri kita sendiri. Semua hal tersebut mendadak akan membuat kita termotivasi.
Dalam hubungan, kapan kita biasanya mengatakan seberapa besar kita saling menyayangi? Saat pernikahan hancur atau ketika keluarga tidak dapat dipertahankan! Di sekolah, kapan kita akhirnya mengalah dan belajar? Saat kita hampir tidak lulus. Dalam bisnis, kapan kita mencoba berbagai ide baru dan mengambil keputusan yang sulit? Saat kita tidak bisa membayar tagihan. Kapan kita akhirnya belajar tentang layanan pelanggan? Setelah pelanggan kita mulai pergi satu per satu.
Kita cenderung mendapatkan pelajaran terbesar dan akhirnya belajar ketika keadaan menjadi sulit. Kapan kita mengambil keputusan paling penting dalam hidup kita? Saat kita berlutut untuk berdoa setelah mengalami bencana, setelah kita ditolak/ dikecewakan. Mungkin saat itu kita akan berkata kepada diri kita bahwa kita merasa bosan dengan segala hal dan akhirnya kita mulai melakukan sesuatu untuk perubahan yang lebih baik.
Kita merayakan keberhasilan kita, tetapi kita tidak banyak belajar dari keberasilan tersebut. Kegagalan memang menyakitkan, tetapi pada saat itulah kita belajar, dimana “bencana” adalah titik balik bagi diri kita. Namun yang terpenting dari semua hal adalah kita harus berubah dan menyadari apa yang harus diubah dalam diri kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi, tanpa harus melewati kesulitan atau diterpa bencana terlebih dahulu. Namun, apabila memang bencana atau kesulitan menghampiri kita, maka kita harus memandang semua bencana dan kesulitan yang menghampiri kita menjadi batu loncatan untuk membuat kita menjadi lebih baik lagi, ataupun menjadi sebuah tangga sehingga kita bisa terus naik ke atas menjadi orang yang lebih baik lagi.
Dalam hubungan, kapan kita biasanya mengatakan seberapa besar kita saling menyayangi? Saat pernikahan hancur atau ketika keluarga tidak dapat dipertahankan! Di sekolah, kapan kita akhirnya mengalah dan belajar? Saat kita hampir tidak lulus. Dalam bisnis, kapan kita mencoba berbagai ide baru dan mengambil keputusan yang sulit? Saat kita tidak bisa membayar tagihan. Kapan kita akhirnya belajar tentang layanan pelanggan? Setelah pelanggan kita mulai pergi satu per satu.
Kita cenderung mendapatkan pelajaran terbesar dan akhirnya belajar ketika keadaan menjadi sulit. Kapan kita mengambil keputusan paling penting dalam hidup kita? Saat kita berlutut untuk berdoa setelah mengalami bencana, setelah kita ditolak/ dikecewakan. Mungkin saat itu kita akan berkata kepada diri kita bahwa kita merasa bosan dengan segala hal dan akhirnya kita mulai melakukan sesuatu untuk perubahan yang lebih baik.
Kita merayakan keberhasilan kita, tetapi kita tidak banyak belajar dari keberasilan tersebut. Kegagalan memang menyakitkan, tetapi pada saat itulah kita belajar, dimana “bencana” adalah titik balik bagi diri kita. Namun yang terpenting dari semua hal adalah kita harus berubah dan menyadari apa yang harus diubah dalam diri kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi, tanpa harus melewati kesulitan atau diterpa bencana terlebih dahulu. Namun, apabila memang bencana atau kesulitan menghampiri kita, maka kita harus memandang semua bencana dan kesulitan yang menghampiri kita menjadi batu loncatan untuk membuat kita menjadi lebih baik lagi, ataupun menjadi sebuah tangga sehingga kita bisa terus naik ke atas menjadi orang yang lebih baik lagi.
http://www.maitreyavoice.com/mengapa-hidup-begitu-sulit/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar